Kamis, 13 Oktober 2011

Perempuan separuh baya dan tas hijau pupus

Wanita tua berpakaian lusuh dengan wajah bersinar, menyedot 95% perhatianku pada suatu waktu dalam sebuah perjalanan menuju jogja.
wanita tua itu bersama dengan suami dan seorang anak laki-lakinya yang berumur kira-kira 35 tahun dengan tingkah laku seperti anak berumur tidak lebih dari 5 tahun.
bukan, bukan laki-laki tua yang menjadi suaminya dan laki-laki berperawakan dewasa yang menjadi anaknya itu yang menarik perhatianku. tetapi wanita tua kurus dan berpakaian lusuh itulah yang menarik perhatianku. dan kebetulan dia duduk dekat sekali dengan tempat aku duduk.

wanita tua itu mengenakan pakaian yang sangat sederhana bahkan telah lusuh bagi banyak orang pada umumnya. rok hitam dengan jahitan di beberapa bagian, atasan putih (warna awalnya) namun telah menguning, kerudung hitam yang dipeniti karena sedikit longgar pada dagunya serta sebuah tas tangan hijau pupus yang sudah sangat tak layak pakai sebab kedua tali tasnya yang sebenarnya telah putus hanya dikaitkan dengan peniti besar agar tas itu masih tetap bisa dipakai. tas yang ditentengnya pada lengan sebelah kanannya itu mengiris miris hatiku. mengingatkanku pada tumpukan tas yang jarang kupakai di atas lemari pakaianku. yang membuatku lebih terperangah adalah wanita itu memiliki segaris wajah yang bersinar dan sepasang mata yang teduh. menenangkan memandangnya. walau kami tak bisa berkomunikasi verbal dengan lancar karena si wanita tua itu tak bisa menggunakan bahasa indonesia dalam percakapannya tapi aku yakin di dalam balutan pakaian dan kulitnya, wanita itu memiliki hati dan ruh yang luar biasa bening.

wanita itu memikatku dengan pancaran kebersahajaan wajahnya yang walau sudah setengah baya tetapi tak menyiratkan kepenatan. walau telah getir dengan pahitnya kehidupan yang menghimpit jiwa dan raganya tetapi tak lantas menyerah kalah. sebab aku tahu bahwa dia bukan dari kalangan menengah yang hidup berkecukupan. hidupnya jauh dari kelayakan yang pantas diperolehnya. sebab aku paham dari celoteh mata anaknya yang tak terawat dengan layak oleh fasilitas kesehatan. jangankan bicara kesehatan, untuk makan saja mereka sudah syukur bertahan dengan nasi campur garam karena kolaborasi itu yang tersimpan dalam plastik putih bekal makanan anak lelakinya yang beberapa saat kemudian dibuka dan disuapkan ke mulut anaknya sedikit demi sedikit.
ia tak menyerah kalah dalam putaran nasib yang mengungkungnya.

wanita tua itu masih mapu tersenyum tulus pada setiap orang yang memandangnya. berbagi ketenangan yang luar biasa menenangkan dan menguatkan. terutama bagi jiwaku yang telah sedikit menggosong. kucoba sesekali membuka komunikasi walau tetap tak bisa nyambung karena bahasa yang dipakai si wanita tua itu adalah bahasa jawa yang super duper halus. aku masih tak mengerti dengan bahasa jawa halus meski sudah sembilan tahun kuhabiskan waktuku di tanah jawa. bagiku, bahasa itu masih terlampu rumit untuk dipahami seutuhnya.

wanita tua itu membagi pelajaran pada otakku, membagi penalaran pada akalku dan memberi pemahaman pada hatiku. menanamkan arti kesederhanaan dan kesahajaan pada pribadiku. dalam sejenak berada disampingnya memberiku aset berharga dalam perjalanan panjang hidupku ke depan. walau tak sepenuhnya mendapatkan jawaban pasti mengapa dia memiliki wajah bersinar seperti itu, akan tetapi dari bahasa tubuh dan lantunan kalimatnya yang lembut, aku paham bahwa untuk dapat memiliki wajah yang bersinar dan mata seteduh itu harus memiliki hati yang bening. hati yang tak mudah menyerah dan jiwa yang tak mudah mengeluh.

semoga suatu saat kita bisa dipertemukan lagi. Tuhanku, semoga kau beri yang terbaik untuk wanita tua itu dalam sisa-sisa hidupnya. walau yang terbaik itu tak selalu sama bagi setiap manusia. semoga bahagia selalu menyertainya.


Saturday, January 30, 2010 at 2:01am

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo dikomen :)