Jumat, 16 Desember 2011

senja di Jumat dalam balutan gerimis


Jumat dilematis setelah kamis yang menggelitik raga. Ada jawab yang belum tuntas dan menyisakan rentetan tanda tanya serta koma. seharian menggerus mimpi dan memeras otak untuk langkah yang masih sedikit tertahan. langit merekah dalam dinamisasi keemasan yang menyetubuhi biru. menghapus perlahan putih, lalu kemudian sebentar lagi sepenuhnya hitam. bisa saja putih akan hadir kembali ketika rembulan atau bahkan bintang menyapa. 


senja romantic berbingkai gerimis. aku merindu padang hijau dan lalu ingin berlarian di atasnya tanpa payung. atau berjalan pelan sambil sesekali menengadah di jalanan bersih dan sepi dengan segelas coklat panas di tangan kanan. syahdu namun tak haru biru. tak akan ada dialog verbal hanya ada aku dan hatiku juga gerimis yang akan menjadi mediatornya. 


menoleh ke realitas, dan ternyata hanya ada lantai keramik putih, layar putih dan deretan buku tertata tdak begitu rapi. ahhhhh.. sudahlah.. mungkin ini memang waktu terbaikku untuk menikmati senja yang untuk kesekian kalinya terbalut gerimis.

Kamis, 15 Desember 2011

Berdoa versus Meminta

       Seringkali kita merasa sedang berdoa tapi tanpa sadar sedang meminta. bingung? ya, saya juga bingung ketika menanyakan atau ditanyakan tentang konsep berdoa. duluuu.. saya sama sekali akan speechless dan mati kutu alias tidak akan bisa menjawab. berdoa dalam kosakata berpikir sejumlah besar orang adalah diidentikkan dengan meminta/memohon/mengharap. meminta sesuatu untuk diberikan kepada kita, memohon agar sesuatu tidak terjadi pada kita dan mengharap sesuatu yang belum terjadi pada kita akan segera terjadi. tentu itu semua dalam konteks yang baik selaluuuuu pengennya baik.

        Dalam banyak kasus, berdoa selalu dicirikan dengan keimanan, terlanjur dekat dengan religi dan terbatas dengan tata aturan yang seragam. iya gak?? hmmm.. kalau kamu berpikir tidak, maka saya akan menjawab tegas; itu iya. kebayang gak kalo seorang muslim yang terlanjur terbiasa berdoa dengan ciri khas kedua tangan saling bertautan dan menengadah ke atas tepat (meskipun tidak selalu tepat) diantara dagu dan dada lalu tiba berdoa dengan cara saling menangkupkan kesepuluh jari dan diletakkan diatas pangkuan dan lalu beberapa orang yang melintas akan berpikir dia bukan muslim (kalo secara fisik tidak menggunakan pakaian yang terlanjut diidentikkan dengan ciri keislaman) atau pun sebaliknya. atau ketika seseorang itu berdoa dan dengan tidak menyertakan salah satu dari nama2 Tuhan yang tersedia dan hanya menyebutnya dengan universe, semesta, alam, dan sejenisnya dan lalu dia akan dikatakan agnostik, ateis dan bla bla bla yala dalahhh..



       Padahal nun jauh ketika kita memahami bahwa konteks berdoa itu tidak hanya ada pada tiga kata "meminta, memohon dan mengharap" saja. sadar gak kalau tiga kata itu terdengar sangat egosentrime. aku mau..., aku mohon..., aku ingin... kalo kata remaja masa kini; "lu kate cuman lu doank yang makhluk??" berdoa itu adalah bersyukur. sejatinya berdoa adalah ketika kita berdoa maka kita tidak meminta apa2. hanya ada syukur, pujian, refleksi, evaluasi dan ketenangan. dan itu bisa di mana saja. melempar semua yang negatif dan mengumpulkan segala yang positif. caranya? terserah.. bebas.. saran saya: temukan posisi dan tempat ternyamanmu!


"Gender Ketiga" dalam Hindu

(ngopi paste dari blog tetangga nih..)


Hindu sebagai salah satu Agama tertua didunia yang muncul dari Agama Weda dari negeri para Arya (Iran) memiliki salah satu dari tiga dewa utama selain Brahma dan Wisnu dan dalam sebuah penggambarannya memilki salah satu representasi ikonografi Siwa disebut (Ardhanārīśvara) menunjukkan dia dengan satu setengah dari tubuh sebagai laki-laki dan setengah lainnya sebagai perempuan. Menurut Ellen Goldberg, nama bahasa Sansekerta tradisional untuk penggambaran (Ardhanārīśvara) ini adalah diterjemahkan sebagai "Tuhan Setengah Wanita" (The Lord Who Is Half-Woman). Dalam Hindu filsafat, ini digunakan untuk memvisualisasikan keyakinan bahwa kekuatan tertinggi alam semesta suci sebagai baik feminin dan maskulin.

Yang Unik lagi adalah, Dewa Siva digambarkan segai setengah Shiva dan setengah Parvati, parvati adalah istri Shiva yang akhirnya dari pernikahan tersebut melahirkan Ganesha dan Skanda (hemmm, ^^ Apa maksudnya dia menikahi diri sendiri atau dia representasi dari sebuah kelahiran?)

Di India saat ini dalam paspor telah mengakomodir gender "Ketiga" dengan sebutan eunuch (Jadi di paspor ada Laki-Wanita-eunuch) atau lebih deikenal dengan nama Hijra (Yang digambarkan sebagai Kasim) bukan sekedar kasim namun seorang lelaki yang memiliki sifat feminin dan atau yang dai memiliki kelamin ganda. Di India disebutkan sebagai jenis kelamin ketiga dan tidak semua Hijra menginginkan dihilangkanya kelamin laki2nya.


Dalam kisah lain, ada Bahuchara Mata dia adalah dewi Hindu yang memiiki alur cerita hampir mirip dengan kisah Hermaproditus dari bangsa Yunani. Satu cerita bahwa ia muncul dalam perwujudan seorang putri yang mengebiri suaminya karena suaminya berlari di hutan dan berprilaku seperti seorang wanita ketimbang berhubungan seks dengan sang istri. Dalam cerita lain dikisahkan ada seorang pria mencoba memperkosanya sehingga dia mengutuk dia dengan impotensi. Ketika pria itu memohon maaf padanya agar kutukan dihapus, ia melunak setelah ia mau menyepakati untuk berjalan di hutan dan dan dia menjadi seperti seorang wanita. Kuil utama untuk dewi ini di Gujarat dan merupakan tempat ziarah bagi hijra, yang melihat Bahucahara Mata sebagai sebuah pelindung.

Dalam beberapa versi Ramayana, ketika Rama meninggalkan Ayodhya selama 14 tahun pengasingannya, berduyun-duyun rakyatnya mengikutinya ke hutan karena pengabdian mereka kepadanya. Segera Rama mengumpulkan mereka untuk memberikan perintah kepada mereka untuk tidak berkabung, dalam perintahnya diperintahkanlah semua "pria dan wanita" dari kerajaan-Nya harus kembali ke tempat mereka di Ayodhya. Rama kemudian meninggalkan dan pengembara selama 14 tahun. Ketika ia kembali ke Ayodhya, ia menemukan bahwa hijra, yang tidak laki-laki maupun perempuan, tidak bergerak dari tempat di mana ia memberikan perintah. Terkesan dengan pengabdian mereka, Rama memberikan para hijra anugerah kepada mereka dengan kelahiran dan pernikahan. Dan pemberkatan inilah yang membuat Hijra melakukan puja badhai dengan menyanyi, menari dan memujanya

Dalam Mahabharata, sebelum Perang Kurukshetra, Ahiravan menawarkan nyawa untuk Dewi Kali untuk memastikan kemenangan Pandawa, dan Kali setuju untuk memberinya kekuatan. Pada malam sebelum pertempuran, Aravan mengungkapkan keinginan untuk menikah sebelum ia meninggal. Namun tidak ada wanita yang bersedia menikah dengan pria ditakdirkan untuk mati keesokan harinya, sehingga Krishna menampakkan diri dalam bentuk seorang wanita cantik bernama Mohini dan menikahi dia.

Dewa Aravan inilah yang hingga saat ini dipuja oleh para Hijra dengan menyebut mereka sebagai "Aravanis" dengan kuil Koovagam desa di taluk Ulundurpet di Kabupaten Villupuram dikhususkan untuk Dewa Aravan yang dalam kuil tersebut disebut sebagai Koothandavar